Review A untuk Amanda - Annisa Ihsani



Judul: A untuk Amanda
Penulis: Annisa Ihsani
Editor: Yuniar Budiarti
Proofreader: M. Aditiyo Haryadi
Desain Sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-605-03-2631-3

Sinopsis:

Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.

Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?

Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaIn perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antridepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.

Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.

***

Seperti novel Young Adult lainnya, novel ini juga membahas isu terkait hal-hal yang sering dialami oleh mereka yang beranjak dewasa. Salah satunya seperti isu dicerita ini.

Amanda adalah seorang siswi di sekolah swasta terbaik nomor dua di kota tersebut. Amanda adalah seorang siswi yang sangat pintar dan rajin menjawab pertanyaan dari gurunya.

A untuk Amanda. Ahh aku pikir A yang dimaksud ada makna lain, ternyata A adalah nilai sempurna untuk seorang Amanda sebelum ada hal-hal yang datang mengganggu pikirannya.

Amanda berpikir bahwa nilai yang ia dapatkan adalah kebohongan. Ia merasa sudah menjadi seperti penipu yang menipu banyak orang dengan nilai sempurna.

Amanda yang biasanya akan bangun pagi-pagi mengerjakan beberapa tugas rumahnya dan berangkat dengan semangat 45 tiba-tiba saja pada satu pagi ia terbangun dengan perasaan takut. Ia takut jika kebohongannya selama ini diketahui oleh banyak orang bahwa dia bukan siswa yang pintar seperti yang dikatakan oleh gurunya.

Setelah hari itu semua berubah. Amanda yang sering menjawab pertanyaan guru jadi diam saja. Ia merasa ia adalah siswa bodoh yang mendapatkan keberuntungan. Hal tersebut mempengaruhi kehidupannya. Nilai akademisnya mulai menurun, ia juga mulai malas mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya, ia juga merasa bahwa dirinya bukan apa-apa dari temannya yang lebih hebat. Hingga pada akhirnya Amanda mengalami depresi.

Sudut pandang yang dipakai di novel ini adalah sudut pandang orang pertama yaitu sudut pandang dari Amanda langsung. Membaca buku ini seperti mendengar kisah yang telah dilalui oleh Amanda. Apa yang dia rasakan, apa yang dia mau dan bagaimana caranya mengatasi tentang suatu persoalan. Kekurangannya hanya karena kita tidak tahu cerita dari sudut pandang yang lain.

“Jika kau pikir kau menderita depresi, tentu saja bakalan begitu. Itu hanya ada di kepalamu. Semua orang punya pilihan, kan? Kau hanya perlu lebih banyak berpikir positif dan bersyukur dengan apa yang kau punya, hanya orang-orang egois yang mengalami depresi… mungkin kau perlu mendekatkan diri pada Tuhan..”

Dialog di atas adalah sepenggal dialog antara Amanda dan Tommy—pacarnya. Kalian bisa membayangkan sendiri ketika kita merasa ada yang salah dengan diri kita dan mencoba mencari bantuan kepada orang disekitar kita tapi jawaban mereka seperti itu?

Dan aku bersyukur Amanda adalah seorang gadis remaja yang kuat dan tangguh. Ketika lingkungan tak mendukungnya, ia terus berusaha dan jujur kepada dirinya sendiri dan berusaha untuk sembuh. Akhirnya Amanda berani untuk menemui seorang psikolog untuk mencari  tahu sebab apa saja yang membuat dirinya seperti itu.

Tidak ada konflik yang berlebihan dan menggebu-gebu. Cerita ini terasa ringan walau diangkat dengan tema yang berat. Penyelesaiannya pun terasa pas. Dan aku merekomendasikan novel ini untuk dibaca oleh banyak remaja agar bisa lebih terbuka dan berusaha semaksimal mungkin juga sedang berada di posisi seperti Amanda.

Ohiya, aku juga ingin mengatakan, jika kalian merasa stress dan banyak beban pikiran yang tidak sanggup untuk kalian tanggung sendiri dan merasa butuh orang lain. nggak usah takut untuk bertanya atau datang langsung ke seorang psikolog. Datang ke psikolog bukan berarti gila. Itu menandakan bahwa kamu menyayangi dirimu sendiri.

Dan jika salah satu di antara pembaca ulasanku ini mengalami hal dan gejala tersebut, aku cukup terbuka untuk ada untukmu. Kamu tidak sendiri dan terus semangat ya. Dan kalau kamu butuh teman asing untuk berbagi silahkan kontak aku melalui DM instagram di @antaaress_

Terima kasih sudah berusaha keras kalian.

Posting Komentar