Book Review Setengah Sendok Teh - Aradi



Judul: Setengah Sendok Teh
Penulis: Aradi
Editor: Suzie Rain
Cover: Mom Indi
Penerbit: Karos Publisher
ISBN: 978-623-6947-10-4

Sinopsis:

Lintas masa yang dilalui Revan dan Juwita dalam rangkaian deja vu, membuat mereka menjalani kehidupan lain di masa kolonial sebagai Adriaan dan Fleur.

Pertemuan awal mereka terjadi di sebuah pesta pernikahan yang dibumbui pertengkaran hebat. Karena Revan tidak mau mengaku telah mencium Juwita.

Tak sampai di sana, bahkan kesialan seolah enggan memberi Juwita jeda untuk bernapas. Ia terpaksa menjadi sekretaris Revan. Sampai suatu ketika mereka menemukan persamaan dari motologi Mesir kuno yang disebut doppelganger.

Kemudian, mereka sampai pada sebuah pertanyaan, apakah rasa yang mereka miliki murni atau sebatas pengaruh dari deja vu?

***

Haloo, kalian suka membaca kisah fantasi atau historical romance fiction nggak? Kalau kalian suka dengan genre tersebut, di ulasan blog kali ini aku akan mengulas sebuah cerita tentang itu.

Pernahkan kalian merasakan yang namanya deja vu? Pasti pernahlah yaa. Soalnya kadang aku sering merasakan itu. Berada di moment yang rasanya sudah pernah kita lakukan tapi kapan. Begitulah kira-kira.

½ Sendok Teh bercerita tentang dua tokoh yang merasakan deja vu. Jika biasanya kita merasakan deja vu sendirian, kedua tokoh ini merasakan deja vu di saat yang bersamaan. 

Sebelum itu aku akan mengenalkan dua tokoh di cerita ini:

Revandio Pranadipa—tokoh cowok utama di cerita ini. Revan mempunyai sifat yang dingin dan tidak mudah akrab dengan orang lain. Dia bekerja sebagai General Manager di perusahaan ayahnya. Jika deja vu-nya kumat, Revan akan berubah menjadi sosok Adriaan van Denveer—lelaki yang memiliki darah campuran pribumi yang jatuh cinta kepada gadis Belanda.

Juwita Kaluna—sosok gadis yang menurutku sangat kuat walau mempunyai beban kehidupan yang di tanggungnya sendiri. Ia bekerja sabagai sekretaris Revan karena butuh biaya untuk keberlangsungan hidupnya. Juwita akan menjadi sosok gadis yang manja apabila sedang mengalami deja vu. Ia akan menjadi sosok Fleur Jansen.

Dua kehidupan yang di jalani oleh Revan dan Juwita membuat mereka harus berada di keadaan yang sangat canggung. Bagaiamana tidak, sebab sebelumnya Revan dan Juwita belum pernah berkenalan bahkan perkenalan pertama mereka sangatlah buruk efek dari deja vu yang mereka rasakan.

“Aku mencintaimu, sampai matahari yang tak lagi memiliki singgasana, Fleur.”

Aku enggak nyangka di beberapa halaman pertama buku ini aku langsung menyukai alur ceritanya. Pendeskripsian latar tempatnya pun membuat aku bisa membayangkan jika saat itu aku berada di zaman kolonial. Alur yang di pakai di cerita ini adalah alur maju dan alur mundur. 

Aku suka dengan chemistry tokohnya. Terutama chemistry di antara Adriaan dan Fleur. Kisah mereka terlalu manis. Apalagi Adriaan adalah sosok yang sangat puitis, Fleur yang di gombalin malah aku yang salting. Duuhh... selain itu aku juga suka dengan perjuang Adriaan dan Fleur ketika mereka memperjuangkan cinta mereka yang enggak di restui oleh orangtuanya. 

Ngomongin tentang Revan dan Juwita mereka juga nggak kalah manis. Revan yang memang memiliki sifat yang dingin sangat sulit untuk mengakui bahwa deja vu-nya tersebut memberikan efek lain pada hatinya terhadap Juwita. Hingga lambat laun mereka pun menjadi dekat dan saling menyayangi. 

Juwita sempat memperingatkan Revan untuk tidak mencintainya sebagai sosok Fleur. Dan apa yang terjadi jika memang kenyataannya Revan mencintai Juwita hanya karena Juwita mirip dengan Fleur di mimpinya? Nyesss banget sih jika itu kejadian. Dan kalian akan temukan jawabannya ketika membaca buku ini nanti.

Jika menurut kalian cerita tentang historical itu berat maka buku ini akan menjadi pilihan yang baik untuk kamu membuktikannya. Dengan adanya unsur fantasi dan romance kamu akan masuk ke dalam cerita yang akan membuatmu betah membalikkan satu halaman ke halaman berikutnya.

Overall, aku suka dengan keseluruhan cerita ini. Untuk karya pertama, penulis menuliskan cerita ini dengan sangat baik. Bahkan aku yakin di karya-nya yang selanjutkan akan jauh lebih baik.

“Dan dalam setengah sendok teh kita temukan rasa itu. Menjadi secangkir dari rasaku dan rasamu.”

Posting Komentar